Kamis, 07 Agustus 2008

Pengenalan Penyakit Pada Ayam

Banyak sekali jenis penyakit yang menyerang unggas, baik disebabkan oleh virus, bakteri, parasit, jamur atau protozoa. Akan tetapi dari sekian banyak penyakit tersebut yang sangat penting kita ketahui adalah :
  • IBD (Infectious Bursal Diseases)/Gomboro
  • ND (Newcastle Diseasea)/Tetelo
  • Kolibasilosis
  • CRD (Chronic Respiratory Diseases)
  • Coryza/SNOT
  • Koksidiosis
  • AI (Avian Influenza)

A. IBD (Infectious Bursal Diseases)/Gomboro

1. Penyebab : Virus Birnaviridae

2. Kejadian penyakit

- menyerang ayam umur 2-4 minggu

- penularan melalui kontak langsung dengan ayam sakit dan pencemaran lingkungan yang mengandung virus (virus Gumboro dapat bertahan hidup di lapangan sampai berbulan-bulan)

- angka morbiditas sangat tinggi dapat mencapai 100% dengan angka mortalitas 5-80% tergantung ada tidaknya penyakit ikutan

3. Diagnosa

- diagnosa klinis berupa penurunan konsumsi pakan dan minum, bulu kusam, suhu tubuh tinggi, diare berlendir warna putih (berak kapur), ayam depresi dan kematian mendadak tinggi karena sifat penyakit akut.

- Patologi anatomi khas dijumpai perdarahan muskuler pada dada dan paha, bursa fabrisius bengkak diseliputi eksudat kental dan jika dibuka terjadi perdarahan.

4. Kerugian

- angka kematian yang tinggi dan produktivitas rendah

- bersifat immunosupresif sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit yang lain menurun

5. Pengobatan dan pengendalian

- penyakit gomboro tidak bisa diobati

- terapi suportif menggunakan vitamin dan gula merah 2% untuk meningkatkan tenaga dan daya tahan tubuh

- pengisolasian kandang sakit dan dilakukan sanitasi dengan menggunakan preparat iodine komplek untuk semua kandang

- bangkai harus segera dibuang dan dimusnahkan

- pencegahan dilakukan dengan program vaksinasi yang sesuai dan biosekuriti yang ketat

B. ND (Newcastle Diseases)/Tetelo

1. Penyebab : Virus Paramyxo

2. Kejadian penyakit

- menyerang ayam umur 2 minggu ke atas

- penularan melalui kontak langsung dengan ayam sakit, udara, pakan, air, burung, ayam dan lain-lain

- angka morbiditas dan mortalitas sangat tinggi dapat mencapai 100% (VVND)

3. Diagnosa

- gejala klinis yang ditimbulkan terbagi menjadi :

a. Infeksi virus velogenik viserotropic (VVND) yang menimbulkan penyakit akut dengan kematian tinggi

b. Virus mesogenik menyebabkan penyakit akut dengan kematian moderat disertai gejala pernafasan dan saraf

c. Virus lentogenik ditandai dengan gejala pernafasan ringan dan kematian sedikit

- Patologi anatomi khas dijumpai bintik darah (ptechiae) merata pada proventrikulus dan seka tonsil serta nekrosa usus (keropeng)

4. Kerugian

- angka kematian yang sangat tinggi menyebabkan kerugian ekonomi yang besar karena belum ditemukan cara penanganan terhadap ayam yang terserang

5. Pengobatan dan pengendalian

- penyakit ND tidak bisa diobati

- ayam terserang segera dipanen secepatnya

- tidak dianjurkan untuk revaksinasi terhadap ayam terserang

- biosekuriti harus diperketat

C. Kolibasilosis

1. Penyebab : Escherichia coli

2. Kejadian penyakit

- pada umumnya menyerang ayam muda tetapi ada kalanya menyerang ayam tua

- terjadinya infeksi melalui lingkungan yang kotor dan air minum tercemar, bukan akibat kontak langsung dengan ayam sakit

- kasus kolibasilosis menunjukkan kurang baiknya manejemen terutama kebersihan air minum

- tingkat morbiditas beragam dan angka mortalitas bisa mencapai 20 %

3. Diagnosa

- gejala klinis yang tampak adalah kurus, nafsu makan menurun, diare, bulu kusam atau lengket di sekitar pantatnya dan ayam kelihatan lesu.

- Patologi anatomi khas dijumpai perikarditis, perihepatitis, airsacculitis dan radang granuloma pada hati, usus dan paru-paru

4. Kerugian

- Menurunkan performen ayam (FCR meningkat, berat badan menurun)

- Sering dijumpai penyakit sekunder seperti CRD, gumboro dan lain-lain

- Pengobatan tidak banyak membantu jiak sudah parah

5. Pengobatan dan pengendalian

- Pengobatan diawali dari perbaikan sanitasi lingkungan dan pakan serta air

- Pengobatan dengan antibiotika diberikan pada kejadian awal penyakit dengan dibantu mengurangi faktor pencemar lingkungan (misal: klorinasi air minum dan instalasinya)

D. CRD (Chronic Respiratory Diseases)

1. Penyebab : teknis : Mycoplasma gallisepticum, M. synoviae

non teknis : amoniak, debu, dan lain-lain

2. Kejadian penyakit

- Penyakit CRD akibat non teknis dikaitkan dengan manejemen kandang yang tidak baik

- Penyakit CRD akibat teknis karena bakteri dapat ditularkan secara vertikal (perolehan dari induk) atau secara horisontal melalui kontak langsung atau tidak

- angka morbiditas sangat tinggi dapat mencapai 100% dengan angka mortalitas hanya 1-5% , keadaan tambah parah jika ada infeksi E.coli sehingga mortalitas mencapai 40%

3. Diagnosa

- gejala klinis umumya bisa dilihat pada ayam umur 2 minggu karena masa inkubasi berkisar 6-21 hari. Ayam tampak mengeluarkan air mata, suara nafas abnormal pada trachea, penurunan laju pertumbuhan (kadang konsumsi pakan tidak berubah) dan ayam sering bersin hingga mengeluarkan cairan dari hidung

- Patologi anatomi terjadi pembendungan (kongesti) pernafasan bagian atas, tracheitis ringan selanjutnya disertai air sacculitis

4. Kerugian

- Secara umum CRD tidak mengalami tingkat mortalitas tinggi, akan tetapi sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan yang rendah, konsumsi pakan tinggi dan FCR tinggi serta adanya infeksi skunder

5. Pengobatan dan pengendalian

- Perbaikan manajemen yang mengurangi timbulnya amoniak dan debu yang berlebihan

- Pemberian antibiotika pada ayam umur 1-5 hari sebagai tindak penanggulangan awal dilanjutkan pada umur-umur yang diperkirakan rawan infeksi

- Pengobatan pada ayam sakit kronis tidak banyak membantu, karena pada saat penghentian obat ayam akan sakit lagi

E. Coryza/SNOT

1. Penyebab : Haemophilus gallinarum

2. Kejadian penyakit

- Penyakit ini biasanya muncur pada umur 2 minggu ke atas.

- Penularan dan infeksi melalui kontak langsung dengan ayam sakit atau ayam yang sembuh dari sakit (Carier). Penularan juga dapat melalui anak kandang, peralatan atau pakan yang tercemar

- Morbiditas 1-20% atau lebih dengan angka mortalitas rendah, kecuali terjadi infeksi ikutan seperti mikoplasmosis

3. Diagnosa

- gejala klinis ditunjukkan dengan pengeluaran cairan mata dan berlanjut pada selulitis fasial bagian muka dan sinusitis kronis. Pengeluaran cairan serous sampai mukus dari nasal dengan bau busuk

- Patologi anatomi yang khas adalah peradangan kataral pada mukus membran dari nasal dan sinus. Pada kasus kronis dijumpai sinusitis yang bersifat serosa sampai kaseosa (perkejuan)

4. Kerugian

- Jika tidak ada komplikasi mortalitas tidak tinggi, akan tetapi sangat berpengaruh terhadap laju pertumbuhan yang rendah, konsumsi pakan tinggi dan FCR tinggi

5. Pengobatan dan pengendalian

- Pengobatan yang lebih efektif menggunakan preparat sulfa atau antibiotika seperti erythromycin dll

- Isolasi ayam sakit, dan hindari lalu lintas ke ayam yang sehat

- Perbaikan manajemen pemeliharaan dan biosekuriti

F. Koksidiosis

1. Penyebab : berbagai jenis parasit Eimeria sp

2. Kejadian penyakit

- Penularan penyakit melaluifeses dan kotoran kandang yang mencemari ayam melalui alat, pakan, sekam atau air minum. Penyakit ini sering dikaitkan dengan manajemen yang jorok dan lebih banyak menyerang kandang postal daripada kandang panggung

- Morbiditas dan mortalitas bervariasi tergantung tingkat kejadian dan spesies penyebabnya (kronis atau akut)

3. Diagnosa

- Koksidiosis biasanya berjalan akut dan ditandai dengan depresi, bulu kusam dan diare. Ayam yang terinfeksi E.tenella memperlihatkan gejala kepucatan pada jengger dan pial disertai kotoran coecum yang bercampur darah

- Patologi anatomi khas tampak pada saluran usus halus dan coecum (usus buntu) yang berbeda-beda tergantung jenis Eimeria sp yang menginfeksi.

a. E.acervulina dan E.mivati : perdarahan 1-2 mm yang diselingi fokus berwarna putih yang terlihat di sepanjang lapisan serosa usus halus bagian belakang (distal) dan jejenum bagian depan (proximal)

b. E.necatrix : pengembungan yang hebat pada bagian tengah jejenum dangan perdarahan pada mukosa dan cairan berwarna kemerahan di dalam lumen usus

c. E.maxima : pengembungan pada bagian tengah jejenum dengan perdarahan pada lapisan mukosa

d. E.tenella : radang perdarahan coecum/usus buntu

e. E.brunetti : perdarahan pada bagian distal jejenum dan colon

4. Kerugian

- Mortalitas dan pertumbuhan serta efisiensi FCR yang tidak optimal

5. Pengobatan dan pengendalian

- Pengobatan dengan preparat sulfa (misal sulfaquinoxaline, dll) atauamprolium dengan dosis dan cara pemberian yang dianjurkan

- Perbaikan manajemen litter, kepadatan kandang yang cukup dan hindari stress lingkungan

- Sanitasi kandang yang ketat sebelum DOC masuk dan kebersihan kandang selama masa pemeliharaan


G. AVIAN INFLUENZA

Pendahuluan

Penyakit influenza pada unggas (Avian Influenza/AI) mulai mewabah pada akhir tahun 2003 di sejumlah Negara Asia seperti Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Thailand, Taiwan, Kamboja, Hong Kong, Laos, RRC, Pakistan dan termasuk juga Indonesia.

Unggas merupakan sumber penular virus Avian Influenza. Kebanyakan virus AI diisolasi dari itik dibandingkan dengan spesies yamg yang lain, meskipun kebanyakan burung dapat juga terinfeksi, termasuk burung liar dan unggas air. Unggas air lebih resisten terhadapa AI dari pada unggas peliharaan. Virus AI tidak menyebabkan penyakit yang nyata pada unggas air, namun dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal pada unggas peliharaan.

Penanganan wabah Avian Influenza di Indonesia dilakukan dengan 9 strategi, sebagai berikut :

  1. Peningkatan biosekuriti
  2. Vaksinasi
  3. Depopulasi (pemusnahan terbatas) di daerah tertular
  4. Pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas
  5. Surveilans dan penulusuran (tracing back)
  6. Pengisian kandang kembali (restocking)
  7. Stamping-out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru
  8. Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness)
  9. Monitoring dan evaluasi

Agen Penyebab (Etiologi)

Avian Influenza (Flu Burung) adalah penyakit pada unggas yang disebabkan virus influenza tipe A yang merupakan famili dari Orthomyxoviridae yang dibedakan menjadi 3 tipe. Virus Influenza tipe menular pada unggas (ayam, itik, burung, dll) dan babi sedang tipe B dan C menular pada manusia.

Masa inkubasi virus ini beberapa jam sampai dengan 21 hari.

Cara Penularan

Penyakit Avian Influenza dapat ditularkan dari unggas ke unggas atau dari peternakan unggas ke peternakan unggas yang lain melalui :

  1. Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka.
  2. Tidak langsung melalui :

- Droplet aerosol cairan/lendir yang berasal dari hidfung dan mata.

- Kotoran (feses) dari unggas yang sakit.

- Penularan lewat aerosol merupakan penularan paling utama karena konsentrasi virus yang tinggi dalam saluran pernafasan.

- Manusia (melalui sepatu dan pakaian) yang terkontaminasi.

- Pakan, air dan peralatan yang terkontaminasi virus AI.

- Penyebaran melalui perantara angin memiliki peran penting dalam penularan penyakit dalam satu kandang tetapi memiliki peran terbatas dalam penyebaran antar kandang.

  1. Unggas air berperan sebagai reservoir (sumber) virus AI, melalui virus yang ada dalam saluran intestinal dan dilepaskan melalui kotoran (feses).

Gejala Klinis

Jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru keunguan (sianosis)

Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung

Pembekakan di daerah bagian muka dan kepala

Perdarahan di bawah kulit (sub kutan)

Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki dan telapak kaki

Batuk, bersin dan ngorok

Unggas mengalami diare dan kematian tinggi

Diagnosa

  1. Diagnosa lapangan dengan melihat gejala klinis seperti :

Jengger, pial, kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu, berwarna biru keunguan (sianosis)

Kadang-kadang ada cairan dari mata dan hidung

Pembekakan di daerah bagian muka dan kepala

Perdarahan di bawah kulit (sub kutan)

Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki dan telapak kaki

Kematian tinggi

  1. Jika dilakukan bedah bangkai akan tampak :

Perdarahan subkutan, bintik-bintik perdarahan pada otot dan jaringan lemak

Perdarahan pada organ trakhea, pankreas dan peradangan pada usus, hati dan limpa.

Bintik-bintik pendarahan merata pada proventrikulus, udema dan pendarahan pada ovarium.

Perdarahan pada kaki yang sering diikuti udema.

  1. Diagnosa Laboratorium

Sampel diambil dari unggas hidup, unggas yang memperlihatkan gejala klinis dan unggas yang mati.

Preparat ulas/swab kloaka, trakhea atau feses segar dan serum diambil dari unggas yang masih hidup.

Dari unggas yang mati, dilakukan pemeriksaan jaringan saluran pencernakan (proventrikulus, intestinum, caeca-tonsil) dan jaringan saluran pernafasan (trakhea dan paru-paru)

Pengiriman sampel harus dijaga dalam keadaan dingin (tidak beku) dan dikirim ke Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Regional terdekat.

Balai Penelitian Veteriner (Balitvet)

Pengobatan

Tidak ada pengobatan yang dapat dilakukan terhadap unggas yang terserang AI

Vaksinasi

Tindakan vaksinasi dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Vaksinasi yang dipergunakan adalah vaksin inaktif (killed vaccine) yang telah mendapatkan nomor registrasi dari pemerintah.
  2. Program vaksinasi.

a. Ayam petelur (layer)

Umur 4-7 hari : 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher

Umur 4-7 minggu : 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher

Umur 12 Minggu : 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher atau pada otot dada

Setiap 3-4 bulan diulang : 0,5 ml pada otot dada

b. Ayam pedaging (broiler) dilaksanakan pada umur 4-7 hari, dengan dosis 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher.

c. Program vaksinasi untuk unggas lainnya, disesuaikan dengan petunjuk yang tercantum pada etiket masing-masing produsen

Langkah-Langkah Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit

Pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit dilakukan dengan langkah-langkah yaitu :

1. Pelaksanaan biosekuriti secara ketat untuk mencegah semua kemungkinan penularan/kontak dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit, melalui tindakan :

a. Pembatasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi lokasi peternakan tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular dilakukan dengan:

Membatasi secara ketat lalu lintas hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, alas kandang/litter.

Membatasi lalu lintas orang/pekerja dan kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan.

Para pekerja dan semua orang yang berada dalam lokasi peternakan harus dlam kondisi sehat.

Para pekerja peternakan dan semua orang yang masuk lokasi peternakan/penampungan unggas tertular harus menggunakan pakaian pelindung, kacamata pelindung, masker, sepatu pelindung dan harus melalui tindakan desinfeksi dan sanitasi.

Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar/burung air, rodensia (tikus) dan hewan lain.

b. Dekontaminasi/desinfeksi (sucihama) dilakukan terhadap :

· Semua bahan, sarana peralatan dan bangunan kandang yang kontak dengan unggas sakit.

· Pakaianpekerja kandang, alas kaki, kendaraan dan bahan lain yang tercemar yang masuk dan keluar lokasi peternakan.

· Lokasi jalan menuju peternakan/kandang dan areal sekitar kandang/tempat penampungan unggas.

· Jenis desinfektan yang dapat digunakan misalnya asam perasetat, hidroksi peroksida, sediaan ammonium kuartener, formaldehid/formalin 2-5%, iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, natrium/kalium hipoklorit.

2. Pemusnahan unggas selektif (depopulasi) di peternakan tertular, dilakukan dengan :

a. Membunuh dengan jalan eutanasi atau menyembelih semua unggas hidup yang sakit dan unggas sehat yang sekandang.

b. Disposal :

Membakar dan menguburkan unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang (sekam), pupuk dan pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan lain yang terkontaminasi yang tidak dapat didekontaminasi/didesinfeksi secara efektif.

Lubang tempat penguburan/pembakaran harus berlokasi di dalam areal peternakan tertular dan berjarak minimal 20 meter dari kandang tertular dengan kedalaman 1,5 meter.

Apabila lubang tempat penguburan/pembakaran terletak di luar areal peternakan tertular, maka harus jauh dari pemukiman penduduk dan mendapat ijin dari Dinas Peternakan setempat.

3. Vaksinasi/pengebalan

Vaksinasi dilakukan terhadap semua jenis unggas yang sehat di daerah tertular.

4. Pengisian kembali (restocking)

Pengisian kembali (restoking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan setelah daliakukan pengosongan kandang dan semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal sesuai prosedur selesai dilaksanakan.

5. Pemusnahan unggas secara menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru.

Apabila timbul kasus AI di daerah bebas/terancam dan telah didiagnosis secara klinis, patologis anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris, maka dilakukan pemusnahan menyeluruh (stamping out) yaitu memusnahkan seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat pada peternakan tertular dan juga terhadap semua unggas yang berada dalam radius 1 km dari peternakan tertular tersebut.